JURAGAN LONDRY – Sepintas bisnis laundry terkesan bisnis ecek-ecek karena memang cuma bisnis kucek-kucek. Jika melihat sekedar usaha mencuci, bisa jadi anda akan sedikit mengecilkan usaha mereka.
Sebagai pengusaha laundry pun ada yang terkadang kurang pede, karena bisnis cuci identik dengan buruh kecil. Sering tergambar di TV atau di di sinetron, (maaf) ibu-ibu tua yang keluar masuk rumah, hanya sekedar mencari cucian tetangganya dengan buruh minimalis.
Namun di balik itu, saya menemukan fak-fakta unik dari para pebisnis laundry ini. Mulai dari karakter usaha bisnis, hingga tipe pengusaha yang menjalankannya.
Pertama, jika anda beranggapan bisnis laundry hanya dilakukan pengusaha berpendidikan rendah tidak benar sama sekali. Saya selalu menemukan, mereka pada umumnya lulusan sekolah tinggi minimal S1 dengan universitas atau perguruan tinggi ternama.
Maka tak heran ketika saya bertemu dengan para pengusaha laundry, obrolannya bukan sekedar bisnis kucek-kucek, namun berbagai persoalan mulai politik, pendidikan dan sosial.
Kedua, pebisnis laundry bukan pebisnistradidional. Saya sering kali menemukan, mereka para pelaku usaha yang sudah mengalami jatuh bangun. Sebelumnya mereka resigan dari perusahaan, dan memilih berbagai bisnis hingga akhirnya jatuh cinta pada bisnis laundry.
Ketiga, mereka juga tak jarang, merupakan lulusan pelatihan dan seminar bisnis ternama denga mentor ternama pula. Maka saya tak heran ketika bertemu dengan beberapa pengusaha laundry, mereka fasih betul istilah motivasional yang sering digembar-gemborkan motivator termahal di tanah air, yang merupakan motivasi sehari-harinya.
Keempat, dari sisi manajemen pebisnis laundry juga sudah menerapkan majamene modern, baik pada SDM maupun operasional. Meskipn dalam tataran teknis, tentu ada yang terlihat dan terkadang tidak terlalu nampak.
Kelima, pebisnis laundry juga banyak kalangan muda yang terpanggil menjadi sejahtera secara ekonomi, dari kerja kerasnya secara mandiri.
Dari beberapa fakta di atas, nampaknya tidak tepat lagi jika memberikan stigma kurang baik terhadap profesi usaha kucek-kucek ini. Mungkin gambaran miskin dan tidak punya pendidikan dalam film atau berita TV kepada “tukang cuci”, harus segera diakhiri.
Mereka bukan lagi tukang cuci biasa yang tidak punya keahlian, melainkan para entrepreneur giat yang ingin hidup mandiri dan menyediakan lapangan kerja bagi para pengangguran. (*)
Sebagai pengusaha laundry pun ada yang terkadang kurang pede, karena bisnis cuci identik dengan buruh kecil. Sering tergambar di TV atau di di sinetron, (maaf) ibu-ibu tua yang keluar masuk rumah, hanya sekedar mencari cucian tetangganya dengan buruh minimalis.
Namun di balik itu, saya menemukan fak-fakta unik dari para pebisnis laundry ini. Mulai dari karakter usaha bisnis, hingga tipe pengusaha yang menjalankannya.
Pertama, jika anda beranggapan bisnis laundry hanya dilakukan pengusaha berpendidikan rendah tidak benar sama sekali. Saya selalu menemukan, mereka pada umumnya lulusan sekolah tinggi minimal S1 dengan universitas atau perguruan tinggi ternama.
Maka tak heran ketika saya bertemu dengan para pengusaha laundry, obrolannya bukan sekedar bisnis kucek-kucek, namun berbagai persoalan mulai politik, pendidikan dan sosial.
Kedua, pebisnis laundry bukan pebisnistradidional. Saya sering kali menemukan, mereka para pelaku usaha yang sudah mengalami jatuh bangun. Sebelumnya mereka resigan dari perusahaan, dan memilih berbagai bisnis hingga akhirnya jatuh cinta pada bisnis laundry.
Ketiga, mereka juga tak jarang, merupakan lulusan pelatihan dan seminar bisnis ternama denga mentor ternama pula. Maka saya tak heran ketika bertemu dengan beberapa pengusaha laundry, mereka fasih betul istilah motivasional yang sering digembar-gemborkan motivator termahal di tanah air, yang merupakan motivasi sehari-harinya.
Keempat, dari sisi manajemen pebisnis laundry juga sudah menerapkan majamene modern, baik pada SDM maupun operasional. Meskipn dalam tataran teknis, tentu ada yang terlihat dan terkadang tidak terlalu nampak.
Kelima, pebisnis laundry juga banyak kalangan muda yang terpanggil menjadi sejahtera secara ekonomi, dari kerja kerasnya secara mandiri.
Dari beberapa fakta di atas, nampaknya tidak tepat lagi jika memberikan stigma kurang baik terhadap profesi usaha kucek-kucek ini. Mungkin gambaran miskin dan tidak punya pendidikan dalam film atau berita TV kepada “tukang cuci”, harus segera diakhiri.
Mereka bukan lagi tukang cuci biasa yang tidak punya keahlian, melainkan para entrepreneur giat yang ingin hidup mandiri dan menyediakan lapangan kerja bagi para pengangguran. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar