Minggu, 21 Juni 2015

Bisnis Laundry Mudah, Mengapa Susah Berkembang?


JURAGAN LONDRY
– Banyak sekali yang bilang bisnis laundry itu sangat mudat. Tinggal kucek-kucek, dapat uang. Dikatakan mudah juga karena mencuci merupakan pekerjaan domestik yang dapat dilakukan setiap orang tak pandang bulu status sosial. 


Rasanya tidak ada satu manusiapun yang sekali pakai, baju atau perlengkapan rumah tangga lainnya langsung buang. Kalaupun pakaian sekali digunakan, biasanya dicuci terlebih dahulu, lalu dikarantina dalam lemari.
Saking mudahnya bisnis laundry ini, kini layanan jasa cuci-cuci tersebut sangat marak. Mulai workshop di gang sempit hingga di pusat perbelanjaan. Harga variatif dna kompetitif. Mulai satuan yang mahal hingga kiloan yang super murah.


Namun saya kadang heran, banyak sekali (khususnya teman-teman) pelaku bisnis laundry yang perkembangan usaha laundrynya begitu-begitu saja. Usaha bertahun-tahun hasil usaha laundry hanya cukup buat makan. Padahal energi yang dikeluarkan sungguh besar. Kerja mulai pagi hingga malam, hasilnya tak maksimal.


Kedua, saya juga sering melihat, pengusaha laundry sangat mudah konflik. Misalnya antara pegawai, sales dengan bosnya. Efek berikutnya, si sales merasa sudah memahami bisnis laundry, kemudian membuka unit usaha baru yang terpisah dari bosnya.  Dari sisi menciptakan entreprener tentu saja baik. Namun di balik itu, rasanya ada faktor yang perlu dicarikan solusi.


Saya sangat kenal dengan seorang bos laundry di kota tempat saya tinggal. Ia bukan asli kota tersebut, namun pendatang dan mulailah bisnia laundry karpet. Ia bersama kakknya, merintis usaha cuci karpet. Dari kampung halamannya, memboyong sejumlah pegawai yang umumnya diperbantukan untuk sales-motoris. 


Saya kenal dengan pengusaha tersebut setalah beberapa tahun dia menjalankan usahanya. Saya kenal baik karena menjadi mitra saya. Ketika saya punya order cuci karpet, saya maklun cuci ke dia. Begitu sebaliknya, dia punya order cuci pakaian tarif kiloan, ia maklun ke tempat laundry saya. 


Saya semakin kenal. Seringkali terlibat pembicaraan soal bisnia launsrynya. Katanya, hampir semua penyedia jasa cuci karpet di kota ini, merupakan bekas pegawainya. Ia membawa beberapa sales dari kampungnya, terjadi ketidakpuasan lalu si pegawai membuka usaha baru. 


Saya sendiri menyaksikan. Ada, seorang sales motoris yang bekerja di pengusaha tersbut. Sama-sama maklum cuci pakaian ke tempat laundry saya. Setahun kemudian, ia membuka usaha  cuci karpet sendiri. Ia pun sama memboyong teman, saudarnya adari kampung halaman. Namun herannya lagi, beberapa bulan kemudian, sales motoris pegawai yang awalnya pegawai itu, kembali membuka usaha yang sama. 


Dampak dari maraknya jasa tersebut, harga cuci karpet jadi jatuh. Pengusaha berusaha mencari pelanggan dengan membuat harga semurah mungkin. Kualitas dinomorduakan. 


Yang saya tahu, dari sales motor yang misah-misah tersebut, umumnya masih menggunakan perlaatan yang minimalis. Hanya modal mesin pompa air, sikat tangan, satu unit motor, sewa  rumah, mereka buka usaha. 


Pada akhirnya, yang terjadi usaha mereka hanya begitu-begitu saja, tanpa perkembangan berarti. Karena misah usaha dengan modal yang sangat minim, pengetahuan bisnis alakadarnya, akhirnya usaha sekedar hidup. Cari pelanggan sendiri, cuci sendiri dikelola sendiri. 


Permasalahan yang sering muncul, konflik yang berkepanjangan. Sales tidak diberi gaji secara memadai. Paling untung, bagi hasil dari setiap jasa cuci karpet. Sementara si pemilik usaha, mereka menyediakan tempat mencuci, kadang motor dan keranjang.  Upah yang didapat, diberi uang bensin dan uang makan. 


Konsep pembayaran sales seperti ini, bagi hasil 30 persen sales, 70 persen pemilik. Sebab sepeda motor, bensin dan makan sudah ditanggung owner.
Ada juga yang menerapkan honor sales dengan bagi hasil murni. Si sales sudah memiliki sepeda motor dan keranjang sendiri. Biaya operasional seperti bensin, kerusakan kendaraan dan lain2, ditanggung si salesI. Induk tempat pencucian karpet hanya sebagai tempat mencuci dan kemas. Mereka menerapkan bagi hasil hingga 50%-60% untuk sales. 


Banyak solusi dari persoalan bisnis laundry dan cuci karpet yang bisa dilakukan. Antara lain, pertama, mesti ubah mind set, antara orentasi omzet dan orentasi keuntungan. Janagn main banting harga tanpa memperhitungkan keutungan yang akan diperoleh. Usaha jangan sekedar bekerja tetapi harus untung.


Kedua, jika permasalahn yang terjadi model kasus antara pengusaha cuci karpet dengan salesnya, coba tata kembali usaha bisnis cuci karpet anda, termasuk bagaimana  sistem penggajian, roses keluar masuk cuci sehingga tidak terjadi kebocoran. 


Ciptakan sistem yang seadil mungkin antara pegawai, terutama sales. Mereka harus merasakan keadilan. Sales merupakan ujung tombak dalam penjualan jasa atau produk. Maka rawatlah para sales dengan perlakuan yang adil.


Ketiga, sekuat tenaga ado;psi teknologi mencuci. Jika anda masih menggunakan teknologi tradisional dalam dapat dipastikan bisnis akan berjalan begitu-begitu saja. Karakter bisnia laundry, merupakan padat karya. Jika dilakukan tanpa peralatan canggih dan produksi massal, rasanya target produksi bear tidak akan tercapai.


Teknologi modern dan tepat guna sangat membantu produktfitas serta efisiensi. Anda bisa bayangkan, jika menggunakan tenaga manusia saja hanya menghasilkan sekian kapasitas produksi. Dengan perlatan yang memadai, dapat dipastikan, kapasitas mencusi berlipat-lipat juga cepat.


Setidaknya hal itu yang dilakukan para pengusaha laundry yang kini mengalami kesuksesan. Mereka terus mengadopsi teknologi mencuci, menciptakan sistem yang efektif serta membangun kesejahteraan semua yang terlibat dalam bisnis laundrynya.

Namun tentu saja, permasalahan bisnis laundry di atas hanya kasuistis. Ada yang merasakan hal yang sama ada juga yang mungkin tidak. Bahkan ada juga yang telah keluar dari persoalan usaha laundry di atas dengan berbagai perbaikan, sehingga kini merasakan basahnya bisnis laundry. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar